19 Jan 2014

2

Kisah Si Raja Tambun di Sibisa

Posted in ,
Si Raja Tambun tetap berkeras bahwa ia harus pergi ke kampung tulangnya dan mencari ibu yang melahirkannya. Si Raja Tambun tak mau lagi berubah pikiran walau semua membujuknya, termasuk bujukan dari ibu yang menyususi dan membesarkannya.
Raja Silahisabungan dengan sedih hati tak dapat menolak keinginan anaknya Si Raja Tambun, karena iapun sudah melihat perubahan sikap Si Raja Tambun, yang tadinya sangat penurut , lembut dan santun , tiba-tiba berobah menjadi sangat keras dan berani menentang bapaknya sendiri.
Ahirnya, dengan bijak-sana Raja Silahisabungan mengatakan akan mengantarkan Si Raja Tambun
ke kampung ibu yang melahirkannya , karena kampung itu sangat jauh dibalik danau sana dan Si Raja Tambun yang masih remaja ( marsiajar doli-doli ) tak tau arahnya.

Singkat cerita, Raja Silahisabungan dan Si Raja Tambun tiba di daerah Sibisa. Raja Silahisabungan memberitahukan bahwa mereka telah sampai dan tidak bisa ikut menjumpai ibunya.
( mungkin Raja Silahisabungan mengira bahwa istrinya yaitu ibu yg melahirkan Si Raja Tambun yang telah sekian lama ia tinggalkan, telah kawin lagi dengan orang yg dulu pernah menjadi tunangannya, sehingga merasa tabu untuk menjumpainya ).

Raja Silahisabungan pun menceritakan ciri-ciri dan nama ibu yang melahirkan Si Raja Tambun kemudian berkata : “ Anakku, pergilah kearah sana, disitu ada mual ( sumber air ) tempat orang desa ini mengambil air minum dan mandi, ibu mu juga dulu selalu mengambil air dan mandi di situ , dan kalau engkau sudah bertemu dengan ibumu itu, tunjukkanlah cincin ini dan katakan cincin ini pemberian bapakmu ( damang parsinuan mu ), nah terimalah cincin ini “

Raja Silahisabungan pun martonggo, kemudian memeluk Si Raja Tambun , dan dengan hati yg sangat berat dan sedih ia pun pergi pulang meninggalkan Si Raja Tambun.

Singkat cerita, dengan tidak terlalu lama dan tak sampai berlalu satu hari , sore itu Si Raja Tambun telah bertemu dengan ibu yang melahirkannya . Pertemuan yg sangat mengharukan yang diwarnai tangis bercampur kegembiraan.

” Terima-kasih Mulajadi Na Bolon, Engkau telah mendengar tangisan hatiku, kerinduan ku, anak yang kulahirkan, tampuk ni pusu-pusu ku (buah hatiku), yang ku tunggu-tunggu hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun , telah Engkau pertemukan kembali denganku “ doa ibu Si Raja Tambun.

Karena hari sudah sore, ibunya mengajak Si Raja Tambun ke gubuknya di ladang ( Ternyata ibu Si Raja Tambun yaitu Si Miling-iling alias Si Sanggul Meleng-eleng selama ini hidup menyendiri dan tidak kawin lagi dengan siapapun, ia mandiri dengan mempunyai gubuk dan ladang sendiri dan sesekali pulang ke rumah orangtuanya ) .

Setelah mereka selesai makan malam, ibunyapun mengatakan bahwa ia akan pergi ke kampung rumah orang tuanya, oppung Si Raja Tambun yaitu Raja Mangarerak, dan menyarankan agar Si Raja Tambun tinggal dan bermalam dulu di gubuknya itu.

Di Rumah orang tuanya dan didepan saudara-saudaranya dan kerabat dekatnya yg telah berkumpul, dengan gembira Si Miling-iling menceritakan pertemuannya dengan anak yang dilahirkannya yaitu Tambun Raja. Maksud hati agar dilakukan acara penyambutan pada anaknya yg telah kembali, tapi apa yg mau dikata, disamping rasa gembira, ternyata kehadiran Tambun Raja membuat orang tua dan para saudaranya cemas.  ( Mungkin cemas, kalau berita kehadiran si Tambun akan kedengaran pada bekas tunangan Milingiling, dan akan membangkitkan dendam lama, sehingga timbul persoalan baru, atau mungkin saja akan datang menyerbu untuk membunuh si Tambun yang masih muda, sehingga perang bisa timbul ).

Banyak yg menyarankan agar si Tambun Raja disuruh kembali pulang meninggalkan tanah Sibisa demi mencegah timbulnya kekacauan atau dendam lama dari pihak yg dulu pernah jadi tunangan si boru Milingiling, yang sebenarnya masih kerabat dari pihak Sibisa . Hanya Raja Manurung yang membela dan mempertahankan . ” Dia bere ku dan satu-satunya bereku, jadi dia boleh datang ke tanah Sibisa “ kata Raja Manurung. Ahirnya Tambun Raja boleh tinggal di Sibisa, tapi keberadaannya dirahasiakan, tidak jadi dilaksanakan acara .

Esok harinya Si Raja Tambun melihat ibunya datang dengan wajah menyimpan permasalahan. Si Raja Tambun sepertinya tahu apa yang dipikirkan ibunya, dan dengan bijaksana ia berkata :
“ Tak usahlah ibu bersedih, anakmu ini sudah sangat senang bisa bertemu dengan ibu, dan bisa sampai di kampung tulangku ini, ini sudah kehendak Mulajadi Nabolon, sehingga apapun yang akan ku alami atau kudapatkan di sini akan kuterima dengan senang hati “

Demikian, kehadiran Tambun Raja dirahasiakan di Sibisa . Tambun Raja tinggal di sopo ibunya di ladang. .

Hari demi hari dilalui Si Raja Tambun muda sendiri, hanya ditemani ibunya dan sesekali dikunjungi tulangnya Raja Manurung yang baik hati.  Semua dia jalani dengan tabah tanpa mengeluh, ia seorang yg bijaksana walaupun masih sangat muda, bahkan sebaliknya ia berusaha menghibur ibunya. Si Raja Tambun juga tidak pernah menceritakan apalagi mengeluhkan sedikitpun tentang kisah hidupnya sebelumnya, ia berusaha melupakannya dan beranggapan bahwa semua itu kehendak Mulajadi Nabolon.

Namun, seiring hari demi hari berlalu semakin ia mulai beranjak dewasa, ia semakin merasakan bahwa kehadirannya di Sibisa tidak diterima dengan baik oleh masyarakat Sibisa, ia sering dicemooh saat bertemu orang didesa, bahkan oleh orang yg masih tergolong kerabat ibunya. Sebagai seorang yang tidak diketahui asal usulnya, siapa dimana bapaknya , tiba-tiba muncul dan tingal di sopo si Milingiling.

Semakin hari , Si Raja Tambun muda, setiap bertemu orang desa selalu dicemooh bahkan cenderung menghina, namun ia tidak mau berdebat kusir tidak mau menanggapi. Ia ingat nasehat nasehat ibu yang menyusui dan membesarkannya yang sangat dekat dengannya, bagaimana menjalani kehidupan ini. Ia ingat nasehat-nasehat bapaknya bagaimana harus bersikap dalam hidup dan bagaimana bersikap sebagai seorang anak ni raja ( molo anak ni raja ikon raja do marpangalaho, molo anak ni raja ikkon raja do makkatai, ia jolma na raja hatana do sitiopon ).

Si Raja Tambun muda yang tidak banyak bicara, yang santun dan polos, mulai sedih dan sakit hatinya, ia memandang alam sekitarnya dengan hati yang pilu, dan kesedihannya yang menggetarkan alam sekitarnya, sehingga datanglah angin ( alogo ) berembus ke wilayah Sibisa, angin yang menghalau awan dan memulai musim kemarau panjang .

Kemarau yang tidak pada musimnya dan kemarau itu sangat panjang melanda wilayah Sibisa dan wilayah sekitarnya, membuat tanah kering kerontang, dan tanaman pada layu, kecuali yg dekat danau dan dapat disirami dengan air danau.

Melihat kemarau yang aneh dan sangat panjang ini, para tetua wilayah Sibisa dan sekitarnya mengadakan rapat dan bertanya pada datu ( orang pintar ), ahirnya disepakati harus diadakan gondang meminta hujan dan semua pihak harus ikut manortor. Semua persiapan untuk acara besar telah dilakukan, dan tiba pada hari H maka acara gondang meminta hujan pun dimulai.

Acara demi acara dilaksanakan, kelompok demi kelompok pun telah manortor namun tak ada tanda-tanda akan turun hujan, bahkan semua penduduk Sibisa dan penduduk wilayah sekitarnya telah manortor, namun hujan tak turun juga, bahkan tanda-tanda akan turun hujanpun tak ada.

Para tetuapun mulai marsak ( gusar ) dan pimpinan acarapun terus bertanya : “ Siapa lagi yg belum manortor ? “ Ahirnya ada seorang berkata : “ Ada satu orang yg tidak hadir tidak ikut manortor di acara ini , katanya dia bere kalian orang kampung ini, namanya Tambun “

Utusan berangkat untuk mengundang / menjemput Si Raja Tambun . Mereka menemukan Si Raja Tambun sedang bekerja di ladang ibunya yang subur walaupun musim kemarau panjang.
Semula Si Raja Tambun tidak mau ikut walaupun telah diceritakan masalahnya, tapi karena dibujuk terus dan diberitahu bahwa ibu dan tulangnya Raja Manurung juga ikut dan menunggu disana maka ahirnya Si Raja Tambun mau ikut . ” Baiklah, saya akan mempersiapkan diri dulu, saya akan segera kesana “ katanya

Semua telah menunggu kehadiran Si Raja Tambun, tidak ada lagi acara kecuali satu-satunya harapan yaitu kehadiran dan tortor dari Si Raja Tambun.

Ahirnya, seorang orang muda belia yg kelihatan tampan dengan pakaian lengkap hadir, dan saat itu dia kelihatan berkharisma, pemuda itu adalah Si Raja Tambun. Sesampai di lokasi, walaupun telah diberitahu namun dia tetap lebih dulu bertanya dengan tutur kata yang santun tapi tegas dengan tatakrama adat batak jaman itu : “ ….. untuk apakah gerangan saya diundang para raja ketempat ini ? … “ ( demikian kira-kira inti pertanyaannya )

Pimpinan acara menjawab pertanyaannya, menjelaskan, dan memintanya untuk manortor.

Si Raja Tambun, seorang diri, memulainya dengan menyampaikan pinta-pinta gondang ( berupa permintaan gondang pada kru gondang , sekaligus menyampaikan permintaan atau pemberitahuan untuk apa ia manortor ) . Sejak dimulainya manortor , angin datang bertiup kencang , demikian dia meneruskan tahap demi tahap acara tortornya , awan tebal bergerak melingkupi wilayah Sibisa sekitarnya.
Si Raja Tambun manortor ( menari ) seorang diri di tengah halaman disaksikan seluruh hadirin, ia menumpahkan semua isi hatinya melalui tariannya. Kesedihannya, kekesalannya, kerinduannya dan kegembiraannya bercampur aduk , dia tumpahkan melalui tariannya dan petirpun sambut menyambut dan hujan turun deras .

Orang-orang yg menyaksikan pun takjub melihat Si Raja Tambun manortor seorang diri di tengah halaman diiringi hujan lebat, cukup lama, seolah olah ia tidak merasakan hujan lebat disertai angin itu. Selesai Si Raja Tambun manortor hujan pun reda.

Raja Manurung tulang Si Raja Tambun, dari awal memperhatikan Si Raja Tambun dengan seksama, dengan tariannya yang seolah-olah mengadukan ( menceritakan ) sesuatu, hatinya pun ikut terharu. Raja Manurung juga sebelumnya telah mendengar sikap orang-orang kampung yg kurang menghargai Si Raja Tambun, selalu mencemoh bahkan menghinanya . Raja Manurung juga sebenarnya melihat keanehan pada Si Raja Tambun, yang mana walaupun daerah sekitarnya kering kerontang dan tanaman pada layu, tetapi ladang yang Si Raja Tambun kelola tetap tumbuh subur, dan juga ia menghubungkan dengan tortor Si Raja Tambun dengan turunnya hujan membasahi daerah Sibisa sebagai pertanda berahirnya kemarau panjang. Raja Manurung juga melihat bahwa berenya si Tambun ini bukanlah manusia sembarangan, kelak ia akan menjadi oppu dari suatu marga besar.

Maka Raja Manurung bertekad untuk mengumumkan pada hadirin siapa sebenarnya Si Raja Tambun, dan ia tidak perduli lagi walaupun pihak bekas tunangan ibotonya Milingiling akan marah dan menyerang, tak perduli lagi walaupun akan terjadi perang.

Setelah berunding sebentar dengan para tetua, Raja Manurung maju memberi pengumuman. Raja Manurung mengumumkan bahwa Tambun adalah berenya yang dilahirkan oleh ibotonya Miling-iling dan bapaknya adalah Raja Silahisabungan, dan bernama Tambun Raja .

Raja Manurung juga mengumumkan bahwa sejak saat ini , nama berenya itu akan diganti menjadi “ Si Raja Tambun “

Nama , Si Raja Tambun , yang di depannya di awali dengan 'Si' , adalah suatu penghargaan yang sangat tinggi, yg berupa pengakuan akan suatu kharisma yg melekat pada nama tersebut.

Sumber: Darwan Tambunan

2 komentar:

  1. Ayo bosku Semuanya,
    Yuk iseng bermain game untuk mendapatkan uang tambahan setiap harinya Hanya di arena-domino.net
    Modal Kecil Dapat Puluhan Juta ^^
    Bareng saya dan teman-temanku yang cantik-cantik loh !
    Info Situs www.arena-domino.net
    yukk di add WA : +855964967353

    BalasHapus
  2. Terharu iba manjaha ceritaon alai ate dang dihadiri namborui manang diida siraja tambunnibe namanortori

    BalasHapus

Berkomentarlah Layaknya Anak dan Putri Raja (Anak ni Raja dohot Boru ni Raja). Mauliate