7 Des 2013

0

Filosofi Dalihan Na Tolu

Posted in
Horas....Bangso Batak adalah bangsa yang besar yang mempunyai banyak filosofi. Dalam hal ini tidak asing lagi buat kita orang Batak dengan sebutan "DALIHAN NA TOLU". Di dalam setiap adat batak filosofi ini selalu diutamakan untuk menjalin hubungan kekerabatan yang baik antar keluarga yang terlibat dalam suatu adata atau kegiatan orang batak.

Dalihan Na Tolu (DNT) adalah suatu ungkapan filosofis orang batak yang berhubungan dengan hubungan kekerabatan suku Batak. Arti secara harfiah dari Dalihan Na Taolu ini adalah tungku masak yang berkaki tiga yang melambangkan sebuah keseimbangan yang  mutlak. Jika salah satu kaki tungku ada yang rusak, maka
tungku tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Begitu juga dengan hubungan kekerabatan yang digambarkan dalam filosofis orang Batak ini. Hal inilah yang dibuat oleh leluhur orang Batak sebagai falsafah hidup dalam tatanan hidup kekerabatan antara sesama yang mardongan tubu (bersaudara) , dengan hula-hula (Keluarga pihak Istri), dan terhadap boru (anak perempuan atau saudara perempuan).

Jadi yang disebut Dalihan Na Tolu adalah hubungan kekerabatan antara sesama saudara, sering juga disebut dongan tubu (sanina di Simalungun dan Sembuyak/Senina di Karo), Hula-hula (tondong di Simalungun, Kalimbubu di Karo, Mora di Mandailing), serta boru (anak beru di Karo, lainnya sama). Untuk menjaga keseimbangan yang absolut ini dalam tatanan hidup antara ke tiga unsur, pemahaman yang benar-benar terhadap Dalihan Na Tolu ini perlu diperdalam untukmencapai terciptanya kerukunan kekeluargaan. Seharusnya kita menyadari bahwa semua orang akan pernah menjadi hula-hula, dongan tubu, serta pernah menjadi boru. jadi tidak ada alasan untuk kita untuk saling meninggikan diri dalam sebuah kegiatan ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang membuat beberapa orang Batak merasa adalah orang yang perlu dihormati. Hal ini terjadi karena pemahaman akan filosofis Dalihan Na Tolu yang sudah keliru.

Ikatan kekerabatan Dalihan Na Tolu  memberikan makna yang sangat besar pada tatanan hidup bangsa Batak. landasan kognitif dan landasan normatif dari setiap fungsi kedudukan "Dalihan Na Tolu" yang dapat dilihat di dalam umpama berikut.

1. Untuk HULA-HULA
"Hula-hula bona ni ari
Tinongos ni Ompunta Mulajadi
Sisubuton marulak loni
Sisombaon di rim ni tahi"

2. Untuk DONGAN TUBU
"Ansimun sada holbung
Pege sangkarimpang
Manimbung rap tu toru
Mangangkat rap tu ginjang"

3. Untuk BORU
"Siporsan nadokdok
Sialap na dao
Na so mabiar di ari golap
Siboan indahan na so bari
Siboan tuak na so mansom"
Dalihan Na Tolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempersatukan satu kelompok. Dalam adat batak, Dalihan Na Tolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama, ketiga hal tersebut.
Somba Marhulahula : ada yang menafsirkan pemahaman ini menjadi “menyembah hul-hula, namun ini tidak tepat. Memang benar kata Somba, yang tekananya pada "som" yang berarti menyembah, akan tetapi kata Somba di sini tekananya "ba" yang adalah kata sifat dan berarti hormat. Sehingga Somba marhula-hula berarti hormat kepada Hula-hula. Hula-hula adalah kelompok marga istri, mulai dari istri kita, kelompok marga ibu (istri bapak), kelompok marga istri opung, dan beberapa generasi; kelompok marga istri anak, kelompok marga istri cucu, kelompok marga istri saudara dan seterusnya dari kelompok dongan tubu. Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hula-hula sebagai sumber hagabeon/keturunan. Keturunan diperoleh dari seorang istri yang berasal dari hula-hula. Tanpa hula-hula tidak ada istri, tanpa istri tidak ada keturunan. Itulah analoginya.
Elek Marboru/lemah lembut tehadap boru/perempuan. Berarti rasa sayang yang tidak disertai maksud tersembunyi dan pamrih. Boru adalah anak perempuan kita, atau kelompok marga yang mengambil istri dari anak kita (anak perempuan kita). Sikap lemah lembut terhadap boru perlu, karena dulu borulah yang dapat diharapkan membantu mengerjakan sawah di ladang. Tanpa boru, mengadakan pesta suatu hal yang tidak mungkin dilakukan.
Manat mardongan tubu/sabutuha, suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara adat. Hati–hati dengan teman semarga. Kata orang tua-tua “hau na jonok do na boi marsiogoson” yang berarti kayu yang dekatlah yang dapat bergesekan. Ini menggambarkan bahwa begitu dekat dan seringnya hubungan terjadi, hingga dimungkinkan terjadi konflik, konflik kepentingan, kedudukan, dan lain-lain.
Inti ajaran Dalihan Na Tolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati (masipasangapon) dengan dukungan kaidah moral: saling menghargai dan menolong. Dalihan Na Tolu menjadi media yang memuat azas hukum yang objektif (Wikipedia.com).

0 komentar:

Berkomentarlah Layaknya Anak dan Putri Raja (Anak ni Raja dohot Boru ni Raja). Mauliate